Midsommar Itu Film Putus Cinta, Horornya Cuma Pemanis

Midsommar (2019). Credit: http://www.containsmoderateperil.com

Barat-senja.blogspot.com - Kalian tidak salah membaca judul artikel ini. Dengan tegas, saya menyebut Midsommar (2019) memanglah film soal putus cinta, horornya cuma jadi pemanis.

Film garapan Ari Aster ini mengisahkan tentang Dani Ardor (Florench Pugh), mahasiswi yang dilanda trauma lantaran keluarganya tewas secara tragis.

Adik Dani, Terri (Klaudia Csanyi)--yang diketahui mengidap bipolar--, membunuh kedua orang tuanya dan lantas bunuh diri dengan karbon monoksida dari asap knalpot mobil.

Kejadian tragis itu membuat hubungan asmara Dani yang sudah diujung tanduk terselamatkan. Sang pacar, Christian Hughes (Jack Reynor), urung memutuskan cintanya.

Christian tak sampai hati meninggalkan Dani yang tengah terpuruk. Dia lantas mengajak Dani turut serta dalam rencana liburan ke Swedia, dengan harapan segalanya bisa membaik.

Liburan ke Swedia sendiri direncanakan oleh teman kampus Chrsitian, Pelle, yang juga merupakan mahasiswa antropologi.


Pria dengan rambut gondorng itu menjanjikan suatu yang tak biasa di kampung halamannya. Dani dan kawan-kawan diajak menyaksikan ritual turun-temurun di desa terpencil Harga.

Sama seperti kebanyakan film bergenre horor, segala kejutan yang diharapkan penonton bermuara saat Dani dan kawan-kawannya menginjakan kaki di Swedia.

Cerita mulai menegangkan saat banyak hal aneh terjadi di Harga. Dani dan kawan-kawan harus menyaksikan ritual aneh di mana dua tetua suku melakukan bunuh diri dengan loncat dari tebing hingga wajahnya hancur.

Ritual yang bernama attestupa itu mewajibkan orang berusia di atas 72 tahun untuk mengakhiri hidup. Dalam pandangan suku Harga, ritual tersebut lumrah. Mereka menganggap usia tua hanya akan membawa kesulitan.

Tentu Midsommar akan menjadi film genre horor mainstream jika hanya menyajikan premis seperti yang saya jabarkan.

Namun, tuduhan kalian langsung dimentahkan Ari Aster dengan penjabaran fakta bahwa film ini berlatar di siang hari.

Ya, Midsommar tampil dengan pencahayaan terang benderang. Baju-baju suku Harga yang putih nan bersih. Serta keindahan alam Swedia di musim panas.

Midsommar berbeda 180 derajat dari film layar lebar pertama Aster, Hereditary, yang tampil layaknya film horor kebanyakan. Berlatar malam. Minim cahaya.

Film berdurasi 2 jam 18 menit ini, menghadirkan kesan horor dengan cara yang bisa dibilang unik. Ari Aster mengambil risiko dengan menanggalkan elemen-elemen horor klasik pada umumnya.

Horor di sini lebih menyasar sisi psikologis penonton dengan visual sadis, isu tabu nan sensitif, dan kemisteriusan suku Harga itu sendiri.

Secara pribadi, saya menganggap Midsommar sukses mendobrak standar film genre horor, dengan menawarkan kesan aneh, ganjil, dan tentunya penuh filosofi.

Kata terakhir jadi kunci kenapa saya repot-repot membuat artikel ini di tengah malam--selain saya juga tidak bisa tidur tentunya.

Ya, Midsommar begitu filosofis sampai saya menganggap ini memang bukan film horor. Ini film soal cinta seperti yang sedari awal saya utarakan.

Opini saya semakin diperkuat dengan pernyataan Ari Aster saat diwawancara Vox. Sutradara berusia 33 tahun itu dengan tegas menjawab Midsommar adalah opera tentang putus cinta dengan Dani sebagai karakter utama.

"Sebagai opera besar. Opera putus cinta," ujar Ari Aster.

Bila dirinci lebih lanjut, memang film yang meraih penghargaan Mumbai Film Festival 2019 ini layaknya kisah dongeng untuk seorang Dani Ardor.

Dani yang baru ditinggal mati keluarganya pergi ke tempat terpecil di Swedia. Mendapati ritual-ritual aneh suku Harga. Ditambah perogalakan cintanya dengan Chrsitian yang semakin runyam.

Lunturnya cinta Chrsitian kepada Dani digambarkan dengan sederhana. Christian lupa hari ulang tahun Dani yang jatuh tepat saat dirinya dan rekan-rekannya tiba di Harga.

Disuatu momen, Dani dan Christian bahkan sempat beradu mulut. Dani ingin pulang dari tempat laknat tersebut, sementara Christian--yang selain berlibur punya misi mengerjakan tesis tentang orang-orang Harga--, bersikukuh tetap tinggal.

Puncaknya, Dani dibuat kecewa kala menyaksikan Christian tengah meniduri salah satu perempuan suku Harga.

Kendati saat itu Chrsitan tengah dalam keadaan mabuk akibat suatu minuman, adegan atau lebih tepatnya ritual sex menyimpang itu sukses menghancurkan hati Dani.

Dengan melucuti segala elemen horor, kita bisa melihat sebenarnya cerita Midsommar berfokus pada pergolakan kisah cinta Dani dan Christian yang sedari awal digambarkan hambar hingga menemui titik ledaknya di akhir, alias putus.

Scene terakhir film ini yang menggambarkan Dani akhirnya bisa tersenyum lebar-- setelah Chrsitian dan teman-temannya dibakar sebagai korban ritual suku harga--,  bagaikan perumpamaan soal 'merelakan'.

Senyum Dani seperti menyiratkan dia telah lepas dari depresi. Setelah dilanda traumatik soal kematian keluarga, Dani pun telah siap merelakan cintanya. Terbakar bersama Chrsitian.

Sikap orang-orang Harga yang menganggap dirinya berharga layaknya keluarga, terutama usai dinobatkan sebagai Ratu Mei, turut menjadi pendorong Dani untuk bisa segera 'move on'.

"Itulah yang saya kerjakan di film ini, saya suka melodrama. Jadi saat saya berpikir soal film ini (Midsommar), saya tak memikirkan soal sisi horor. Hal itu sudah ada di tulang (dalam diri) saya," ujar Ari Aster masih dilansir Vox.

"Saya tahu bagaimana film horor bekerja. Di Midsommar, saya bersandar pada hal itu, karena saya paham para penonton kebanyakan tahu ke mana ceritanya akan berakhir."

"Dan di sinilah bagian menyenangkannya. "Oke, kalian tahu akan seperti apa kisah ini berakhir. Saya akan bawa anda ke sana. Tapi, saya akan membawa kalian ke sana lewat jalan berbeda," pungkasnya.

NB: Maaf kalau artikel ini tidak jelas arahnya ke mana. Saya lagi gabut. Susah tidur, jadinya buat artikel beginian.

Terimakasih untuk yang telah membaca :)


Comments

Popular posts from this blog

BERHALA-BERHALA BARU